Thursday, June 11, 2009

Bentuk-Bentuk Riya’


Tulisan ini adalah rangkuman dari ceramah dhuha pada minggu pertama bulan April 2009 di Masjid Agung Sunda Kelapa dengan pembicara Syeckh Ali Shaleh Muhammad Ali Jabir al-Madani.

Topik yang dibawakan adalah Bentuk-Bentuk Riya’ yang bisa saja terjadi pada diri kita bahkan bisa dipastikan pernah terjadi pada diri kita dimana hal itu termasuk penyakit hati yang bisa merusak pahala amal kita bahkan menjadikan amal kita tidak diterima oleh Allah SWT.

Ibadah kita antara zahir dan bathin masih sangat jauh. Kebanyakan ibadah kita itu hanya zahirnya saja, baik sholat, puasa, sedekah dan sebagainya. Kita belum bisa atau belum tahu cara menyambungkannya dengan aspek batin. Intinya yang diharapkan adalah ketika zahir kita beribadah maka batin kita juga ikut beribadah.

Salah satu bentuk ibadah hati adalah ikhlas, dan yang mengganggu ikhlas adalah riya’. Tetapi sebenarnya itu bukan dari batin kita, melainkan dari luar. Selama kita masih bisa menjaga ikhlas dalam hati, kejahatan yang datang dari luar seperti riya tidak bakal masuk.

Sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya amal itu bergantung pada niatnya.” Artinya jaga niat kita saat mengerjakan sesuatu. Niat itu letaknya ada didalam hati, bukan di lisan. Ibadah yang niatnya salah tidak akan sampai kepada Allah, melainkan akan dilempar kembali ke mukanya.

Asal mulanya, hati kita itu baik. Tetapi kebaikan hati itu bisa rusak oleh hal-hal dari luar, misalnya riya’. Riya itu ada 20 macam, kalau salah satu dari 20 itu masuk ke dalam hati, maka ikhlas bisa rusak.

1. Menceritakan amal. Menceritakan amal bisa merusak pahalanya, walaupun pada awalnya amal itu dilakukan dengan ikhlas. Misal ada orang sholat malam, siangnya di kantor dia terlihat mengantuk. Lalu saat ditanya oleh temannya, kenapa kamu mengantuk saja? Dia menjawab, tadi malam saya sholat tahajud. Nah, yang demikian itu bisa termasuk riya’ dan merusak pahala sholat malamnya.

Waktu sholat malam, tidak ada yang tahu kecuali dia dan Allah. Ketika siangnya dia bercerita kepada orang lain, kemungkinan besar niatnya adalah ingin dipuji. Ingat, kita tidak boleh berharap pujian dari manusia. Hanya dari Allah kita boleh berharap pujian. Begitu juga misal kita sedang puasa senin kamis, jangan ceritakan kepada orang lain. Sabda nabi: “Aku lebih mengkhawatirkan riya daripada fitnah masihid-dajjal.”

Tetapi bukan berarti kita tidak boleh menceritakan kebaikan kita kepada orang lain. Khususnya menyangkut amalan sedekah. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Baqoroh ayat 271. Tentu sedekah yang misalnya diumumkan itu hanya bertujuan untuk menggugah yang lain agar ikut bersedekah, namun jika minta namanya disebut maka itu termasuk riya’

2. Mengakui sesuatu yang tidak pernah dilakukan. Misalnya, dia bercerita bahwa tadi malam dia bermimpi Nabi Muhammad SAW, padahal sebetulnya mimpi itu tidak pernah dialami. Dan cerita-cerita yang lain.

3. Riya yang muncul setelah ikhklas. Misal dia berinfak 100 juta untuk masji, lalu dia mendengar orang-orang bercerita betapa terpujinya dia telah menyumbang uang 100 juta. Karena senang mendengar pujian orang itu maka minggu berikutnya dia menyumbang lagi 100 juta. yang pertama infaqnya ikhlas, tapi yang kedua tidak ikhlas.

4. Mirip yang ketiga, yaitu awalnya ikhlas, muncul riya, lalu dihentikan perbuatan itu. Ini bisa jatuh syirik. Meninggalkan suatu kebaikan karena manusia, itu riya’. Melakukan sesuatu karena manusia itu syirik. Sedang ikhlas itu ketika kita selamat dari riya dan syirik. Kita melakukan kebaikan bukan karena manusia, tak perduli ada manusia atau tidak, kita tetap berbuat baik.

5. Menunjukkan ibadah dengan cara tidak langsung. Bagaimana itu..? Misal saya duduk di masjid dan berdikir pelan sekali, ketika itu cuman sendirian, terus ada orang datang, lalu saya mengeraskan dzikir saya agar terdengar oleh yang baru datang, maka itu termasuk riya’.

6. Mendemonstrasikan tawadu’. Tawadu itu sebenarnya baik, yaitu meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat di dunia.jadi bukan menghina diri, Kalau kita mampu, Allah suka meihat tanda-tanda bekas nikmat-Nya pada diri kita. misal dalam berpakain, pakailah pakaian yang sesuai jenisnya, pantas dan tidak berlebihan. Yang riya misal dia sebenarnya orang mampu dan kaya, namun agar dipandang zuhud dan tawadu, dia berpakaian tidak rapi atau memakai pakaian yang tidak pantas. Berpura-pura tawadu itu juga riya’.

7. Suka membuka aib orang lain. Sabda Nabi: “Barangsiapa berusaha membuka aib seorang muslim, Allah akan membuka aibnya walaupun didalam rumahnya sendiri.

Untuk selanjutnya sampai yang ke - 20 belum sempat disampaikan

Setan tidak pernah membiarkan kita khusyuk dalam ibadah. Dalam hal ini, setan akan membiarkan kita khusyuk. Saat kita menonton sinetron kita syik dan khusyuk dalam sinetron itu, tapi saat sholat pikiran kita melayang kemana-mana.

No comments: